Suhu Bumi Dipirediksi Naik 2,7 Derajat, Ini Kata Ilmuwan - Fondasi News | Fakta Nusantara

Breaking

Home Top Ad

Post Top Ad

LIVE: Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Masa Jabatan 2024-2029, 20 Okt 2024

Sabtu, 12 Oktober 2024

Suhu Bumi Dipirediksi Naik 2,7 Derajat, Ini Kata Ilmuwan


JAKARTA
– Ilmuwan serukan penghentian penggunaan bahan bakar fosil. Ilmuwan memperingatkan, karena bahan bakar fosil menjadi ancaman utama dengan emisinya yang terus berada di tingkat tertinggi sepanjang masa.

 

Hal itu menyusul prediksi pemanasan global naik mencapai 2,7 derajat celsius atau jauh melampaui target Perjanjian Paris. Meski ada peringatan dari para ilmuwan, namun faktanya penggunaan bahan bakar fosil terus meningkat. Bahkan peningkatan ini tumbuh mencapai 14 kali lebih besar, padahal energi dari angin dan matahari juga tumbuh pesat.

 

Indikasi perubahan iklim saat ini terlihat jelas di berbagai belahan dunia, mulai dari badai tropis yang cepat seperti Badai Helene di Amerika Serikat, hingga Topan Super Yagi di Vietnam, serta kebakaran hutan di Kanada yang memporak-porandakan kota-kota, dan kekeringan ekstrem di Brasil hingga mengeringkan sungai-sungai.

 

Para ahli menyebut, makhluk bumi sedang menghadapi perubahan iklim global yang dahsyat dan sangat suram untuk masa depan bumi.

 

Laporan State of the Climate 2024 yang dibuat oleh tim ilmuwan internasional memperingatkan, pemanasan global naik hingga 2,7 derajat celsius. Angka ini hampir dua kali lipat dari target Perjanjian Paris yang membatasi pemanasan hanya 1,5 derajat celsius.

 

Laporan tersebut melacak 35 tanda vital Bumi, dari luas es di laut hingga kondisi hutan. Tahun ini, 25 di antaranya mencatat rekor baru yang mengkhawatirkan rekor baru yang mengkhawatirkan. Kondisi-kondisi ini semakin menjauh dari keadaan ideal yang mendukung peradaban manusia selama 10.000 tahun terakhir.

 

"Laporan kami menekankan perlunya penghentian segera dan menyeluruh terhadap penggunaan bahan bakar fosil secara rutin." tulis Thomas Newsome, profesor asosiasi dalam ekologi global di University of Sydney dan William Ripple, melansir Science Alert (11/10).

 

Tahun ini juga menjadi tahun terpanas yang mencatatkan rekor rata-rata suhu bulanan terpanas selama 2023.

 

Pada September tahun lalu, tingkat karbon dioksida di atmosfer mencapai 418 parts per million (ppm). Sementara tahun ini angka tersebut telah lebih dari 422 ppm.

 

Mencairnya es di laut juga perlu diwaspadai. Ketika es laut mencair atau tidak terbentuk, air laut yang gelap menjadi terlihat.

 

Es memantulkan sinar matahari, tetapi air laut justru menyerapnya. Dalam skala besar, ini mengubah albedo Bumi (seberapa banyak permukaan Bumi memantulkan cahaya) dan mempercepat pemanasan lebih lanjut.(source: cnn/Foto: ANTARA)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad